Jumat, 13 Juli 2012

Si Manusia Salju


“ Ini dingin yang sangat menyenangkan”, kata si Manusia Salju, “ ini membuat seluruh tubuhku mengeluarkan bunyi gemerisik. Ini semacam angin yang meniup kehidupan menjadi satu. Lihatlah bagaimana benda merah besar di atas sana menatapku!” yang dia maksudkan adalah matahari, yang  baru saja terbenam. “ Itu tidak akan membuatku mengedipkan mata.”

Manusia Salju memiliki dua buah ubin berbentuk segitiga di kepalanya untuk menggantikan mata, mulutnya terbuat dari sapu yang telah patah, dan tentu saja dihiasi oleh gigi. Dirinya telah dibawa ke alam nyata oleh teriakan gembira anak laki-laki, gemerincing dari lonceng-lonceng, dan suara ciutan cambuk. Matahari pun terbenam, dan bulan purnama naik, besar, bulat, dan jernih, bersinar dalam cahaya biru tua.

si Manusia Salju... kurang lebih seperti ini bentuknya

“Itu datang lagi, dari sisi lainnya”, kata si Manusia Salju, yang menyadari bahwa matahari telah menunjukkan dirinya lagi. “ Ah, aku sudah menyembuhkan diri dari tatapannya, meskipun sekarang bergantung di atas sana, dan bersinar, sehingga aku bisa melihat diriku sendiri. Jika aku tahu bagaimana caranya pindah dari tempat ini,-aku seharusnya pindah. Jika aku bisa, aku akan meluncur di atas es, seperti yang dilakukan oleh para anak laki-laki; tetapi aku tidak mengerti bagaimana caranya, aku bahkan tidak mengerti bagaimana caranya untuk bergerak.”

“Hush, hush!” anjing tua penjaga halaman menyalak. Suaranya serak dan dia sudah tidak dapat menyalak dengan benar. Anjing itu pernah menjadi anjing rumahan, tetapi sekarang dia hanyalah seekor anjing dengan suara yang serak. “Matahari akan membuatmu pergi suatu hari nanti. Aku sudah melihatnya pada musim dingin yang lalu, ia membuat pendahulumu, dan pendahulunya lagi pergi. Hilang hilang, mereka semua pasti pergi.”

“Aku tidak mengerti, kawan,” kata si Manusia Salju. “Apakah benda yang di atas sana akan mengajariku cara berjalan? Aku melihatnya menggerakkan dirinya sendiri beberapa waktu yang lalu, dan sekarang dia mulai merayap naik lagi dari sisi yang lain.”

“Kamu tidak mengerti apa-apa,” balas anjing tersebut; “tetapi kamu memang baru akhir-akhir ini dibuat. Apa yang kamu lihat di atas sana adalah bulan, dan yang sebelumnya adalah matahari. Dia akan datang lagi besok, dan kemungkinan besar akan mengajarimu cara berlari ke parit di pinggir sumur; aku pikir cuaca akan berubah. Aku bisa merasakannya seperti menusuk dan menancap di kaki kiriku. Aku yakin akan ada perubahan.

“Aku tidak mengerti dirinya,” kata si Manusia Salju pada dirinya sendiri, “ tetapi aku merasa bahwa dia berbicara mengenai sesuatu yang sangat tidak menyenangkan. Sesuatu yang menatapku dari atas sana sekarang, dan sesuatu yang dia sebut matahari, bukan temanku. Aku bisa merasakan hal itu.”

“Hush, hush,” salak si anjing, dan dia berputar tiga kali, sebelum akhirnya merayap ke kandangnya untuk tidur.

Cuaca benar-benar berubah. Pagi berikutnya kabut tebal menutupi seluruh negeri, dan angin yang tajam bertiup, angin yang dapat membekukan sampai ke tulang; tetapi ketika matahari terbit, pemandangan menjadi indah. Pohon dan semak tertutup oleh lapisan tipis es, dan terlihat seperti hutan karang putih, sedangkan pada setiap ranting berkilauan embun tetes yang membeku. Bentuk-bentuk halus yang tersembunyi oleh dedaunan lebat pada musim panas, sekarang tampak jelas dan berkilauan seperti jalinan renda. Dari setiap ranting berkilau cahaya putih. Pohon Birch melambai tertiup angin dan tampak penuh semangat hidup, seperti pohon di musim panas dengan penampilan yang sangat indah. Ketika matahari bersinar, segalanya tampak berkilauan dan bersinar seolah debu berlian telah berserakan di atasnya, sedangkan karpet salju yang menutupi bumi tampak seperti ditutupi oleh berlian, yang masing-masing memancarkan kilaunya yang lebih putih daripada salju itu sendiri.

salju musim dingin

“Pemandangannya sangat indah,” kata seorang gadis muda yang datang ke bersama seorang pemuda. Mereka berdua berdiri di dekat si Manusia Salju, dan mengagumi pemandangan yang berkilauan. “Musim panas tidak dapat menunjukkan pemandangan yang lebih indah dari ini,” serunya dengan mata yang berbinar.

“Dan kita tidak memiliki waktu sebanyak ini saat musim panas,” balas si pemuda, ia menunjuk pada Manusia Salju, “Dia besar sekali”

Gadis tersebut tertawa dan mengangguk, dan ia tersandung di atas salju bersama kawannya. Salju berderak di bawah kakinya, seakan ia menginjak kayu kering.

“Siapa mereka?” tanya si Manusia Salju pada anjing. “Kamu disini lebih lama daripada aku, apakah kamu kenal mereka?”

“Tentu saja aku tahu,” balas anjing; “Gadis itu sering mengelus punggungku, dan pemuda tadi sering memberiku tulang berdaging. Aku tidak pernah menggigit mereka berdua.”

“Tetapi mereka itu apa?” tanya Manusia Salju

“Mereka adalah pasangan”, jawab anjing; “mereka akan pergi dan tinggal di kandang yang sama, dan menggigit tulang yang sama.”

“Apakah mereka berasal dari jenis yang sama dengan aku dan kamu”, tanya Manusia Salju lagi

“Yah, mereka milik Master yang sama denganku,” tukas anjing. “Tentu saja orang yang baru lahir kemarin memiliki pengetahuan yang sangat sedikit. Aku dapat melihat hal tersebut dalam dirimu. Aku memiliki umur dan pengalaman. Aku tahu setiap orang yang ada di dalam rumah, dan aku tahu suatu waktu aku pernah berada di luar sini saat cuaca dingin, terikat pada rantai.”

“Dingin ini menyenangkan,” kata Manusia Salju

“Aku akan memberitahumu; dahulu mereka bilang aku makhluk kecil yang cantik sekali, aku berbaring di kursi yang tertutup beludru di rumah Master, dan duduk di pangkuan Nyonya. Mereka biasa mencium hidungku, dan membersihkan kakiku dengan sapu tangan bordir. Aku biasa dipanggil Ami, Ami sayang, Ami manis. Tetapi setelah aku tumbuh terlalu besar, mereka mengirimku ke pelayan dan aku tiba ke kehidupan yang lebih rendah. Dari tempatmu berdiri kamu bisa melihat ke sebuah ruangan, dan disana aku berkuasa, aku memang berkuasa meski hanya atas pelayan. Ruangan itu memang lebih kecil dibandingkan dengan ruangan di atas tangga, tetapi lebih nyaman karena aku tidak akan diambil dan ditarik oleh anak-anak seperti dulu. Aku mendapat makanan yang cukup baik, bahkan malah lebih baik. Aku memiliki bantalku sendiri, dan ada kompor – itu adalah hal terbaik yang ada di dunia pada musim seperti ini. Aku tinggal pergi ke bawah kompor, dan berbaring di bawahnya. Ah, aku masih memimpikan kompor itu.”

“Apakah kompor itu tampak indah?” tanya si Manusia Salju, “apa dia tampak seperti aku?”

“Dia kebalikan dari dirimu,” kata anjing; “itu berwarna hitam seperti gagak, dan memiliki leher panjang serta sebuah tombol kuningan, ia makan kayu bakar sehingga api menyembur keluar dari mulutnya. Kami harus tetap di satu sisi, atau di bawahnya, agar tetap nyaman. Kamu dapat melihatnya dari jendela, dari tempatmu berdiri sekarang.”

kompor (versi hitam putih)


Si Manusia Salju kemudian memandang, dan melihat benda yang dipoles mengkilap dengan kenop, serta api yang berkilauan. Si Manusia Salju merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya, hal itu sangat aneh, ia dapat mengerti hal itu tetapi tidak dapat menjelaskan. “Lalu kenapa kamu meninggalkannya? Bagaimana kamu menyerahkan tempat senyaman itu begitu saja?”

“Aku terpaksa,” jawab anjing. “Mereka mengusirku keluar, dan aku dirantai di sini. Aku telah menggigit kaki anak bungsu Master, karena ia menendang tulang yang sedang aku gigiti. ‘Tulang untuk tulang,’ begitu pikirku, tetapi mereka sangat marah, dan sejak saat itu aku diikat dengan rantai, serta kehilangan tulangku. Tidakkah kamu mendengar seberapa seraknya aku? Aku tidak dapat bersuara seperti anjing lain. Itulah akhir dari semuanya.”

Tetapi Manusia Salju tidak mendengarkan lagi. Dia melihat ke ruang pelayan, dimana kompor berdiri dengan empat kaki besi, tampak berukuran sama dengan si Manusia Salju. “Apa yang berderak aneh di dalam diriku ini?”, katanya. “Apakah aku harus masuk ke dalam sana? Ini adalah keinginan hatiku, dan keinginan hati pasti akan terpenuhi. Aku harus masuk ke sana dan bersandar padanya, bahkan jika aku harus memecahkan jendela.”

“Jangan masuk ke sana, kamu akan mencair apabila mendekatinya,” kata anjing.

“Aku harus pergi, dan aku telah memutuskan,” sahut si Manusia Salju.

Seharian itu si Manusia Salju menatap melewati jendela, dan ketika senja tiba ruangan tersebut menjadi lebih menarik karena muncul cahaya lembut dari kompor, cahayanya tidak seperti matahari dan bulan, hanya cahaya gemerlap dari kompor. Kompor dinyalakan dan api melesat keluar dari mulutnya, cahaya apinya jatuh langsung pada wajah dan dada Manusia Salju dengan sinar kemerahan. “Aku tidak bisa bertahan lagi, betapa indahnya ketika lidahnya terbentang”, katanya.

Malam itu panjang, tetapi tidak bagi si Manusia Salju, yang berdiri menikmati bayangannya sendiri dan berderak dalam dingin. Pagi harinya, kaca jendela ruangan pelayan telah ditutupi es. Hal itu adalah bunga es paling indah yang dapat dilihat Manusia Salju, tetapi bunga es tersebut menutupi kompor. Kaca jendela tidak mencair, dan dia tidak dapat melihat kompor yang bagi dirinya tampak seperti makhluk yang sangat indah. Salju berderak dan angin bersiul di sekitarnya, jenis cuaca dingin yang sangat dinikmati oleh Manusia Salju manapun. Tetapi dia tidak bisa menikmatinya, bagaimana ia bisa menikmati apa-apa ketika ia mengalami ‘sakit kompor’?

“Ini penyakit yang buruk bagi Manusia Salju,” kata anjing penjaga; “aku juga telah menderita, tetapi aku bisa mengatasinya,” ia menyalak dan menambahkan, “ cuaca akan berubah.” Cuaca memang berubah, dan segalanya mulai mencair. Ketika cuaca semakin hangat, Manusia Salju semakin mencair. Ia tidak mengatakan apapun dan tidak mengadu, yang merupakan tanda keyakinan. Pada suatu pagi ia pecah, dan tenggelam dalam tumpukannya sendiri, dan di tempat dia berdiri, sesuatu seperti gagang sapu tetap berdiri di tanah. Itu adalah tiang penyangga yang digunakan anak-anak lelaki untuk membuatnya. “Ah, sekarang aku mengerti mengapa ia seperti memiliki kerinduan yang sangat besar terhadap kompor,” kata anjing penjaga. “Ada sekop yang dulunya digunakan untuk membersihkan kompor, dan dijadikan tiang penyangga.”. Manusia salju memiliki gagang sekop tersebut sebagai tiang penyangganya, hal itu yang membuatnya menjadi seperti itu. “Tapi semuanya sudah berakhir sekarang, dan musim dingin segera berlalu,” salak anjing penjaga. Tetapi gadis-gadis di dalam rumah bernyanyi,

“Datang dari harum rumahmu, thyme hijau;
Menggores cabang lembutmu, pohon Willow;
Bulan-bulan yang membawa manis musim semi,
Ketika burung bernyanyi dengan penuh suka cita,
Ayo matahari lembut, selagi Cuckoo bernyanyi,
Dan aku akan mengejek catatan dalam pengembaraanku.”

Dan tak ada lagi yang berpikir tentang si Manusia Salju.


Dan tak ada lagi yang berpikir tentang si Manusia Salju.


The Snow Man by Hans Christian Andersen


*cerita ini sebenarnya bukan cerita yang tepat buat pengantar tidur, karena ceritanya agak suram (menurut saya)... tetapi cerita ini tetap membawa kesan tersendiri tentang si Manusia Salju, juga tentang si Anjing bersuara serak yang malang (salah kalau dia berpikir tentang 'tulang untuk tulang'?).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar